0

Don't Think You Can't Be Save...

| Senin, 21 Desember 2009

Jam di handphoneku sudah menunjukkan pukul 17.10 WIB. Aku tahu ini memang sudah terlalu sore untuk pulang jika tidak ingin dihadang kemacetan lalu lintas. Aku segera berdiri dan lansung menuju operator untuk membayar bill pemakaian. “Berapa?” tanyaku seperti biasanya. “Tiga ribu rupiah” jawabnya tak lama setelah melihat tagihanku yang tertera di layar komputernya. Tanpa pikir panjang, aku lansung memberikan tiga ribu rupiah tersebut dan keluar dari warnet tersebut. Sambil memasang sepatu, aku selalu memperhatikan sekitar. Tidak seperti biasanya. Ternyata hanya kami berdua (aku dan temanku yang masih main di warnet) saja siswa shift pagi yang masi berada di dekat lingkungan sekolah.

Saat sudah diatas angkot (angkutan kota). Aku sedikit kecewa karena didalam angkot ini hanya ada aku dan supirnya. “Bisa tambah lama nih sampai dirumah” pikirku dalam hati karena angkot ini bisa saja ngetem di RSUP. Tak lama kemudian, Naiklah seorang nenek yang ingin pergi ke pasar. “sama saja...” pikirku lagi.

Jalan yang sempit dan ditambah dengan pusat-pusat pendidikan dan perkantoran menambah semrawutnya lalu lintas di daerah ini. Seharusnya disini dibuat jalan layang untuk menghindari kemacetan. Ingin sekali untuk melakukannya jika aku menjadi Wali Kota Padang, tetapi jabatan itu bukan merupakan cita-citaku.

Angkot ini berjalan semakin lambat karena macet. Hal yang paling aku benci dalam perjalanan. “aneh... kenapa dia (supir angkot) menggantung koplingnya di tempat dan kondisi seperti ini?” pikirku dalam hati sambil melihat kearah kaki kirinya. Tiba-tiba saja hentakan keras membuatku terkejut. Membantingku kedepan dan belakang. Nenek yang naik setelahku tadi lansung terduduk di lantai mobil saat hentakan itu terjadi. Ia pun membaca kalimat istighfar secara terus-menerus.

“Gempa” aku sedikit bergumam saat sadar bahwa ini adalah gempa. Yang pertama kali terlihat saat itu ialah air di selokan yang lumayan besar, tetapi percikan airnya tinggi sekali. Lalu aku melihat gerobak gorengan yang masih terbanting walaupun sudah rebah sembilan puluh derjat. Orang-orang terduduk di tanah. Tidak ada satupun diantara mereka yang mampu berdiri. Begitu juga para pengendara sepeda motor. Asap-asap kebakaran yang hitam pekat menyelimuti udara. Setelah melihat itu semua, aku sedikit bergimam lagi “Besar Sekali...”

Saat gempa sudah berhenti, semua orang terdiam selama beberapa detik. Lalu mereka sibuk menyelamatkan diri masing-masing tanpa terlalu mempedulikan barang bawaan mereka. Termasuk angkot yang saya tumpangi tersebut. Karena putar arah, terpaksa aku turun di tempat itu dan berjalan kaki untuk sampai dirumah. Selalu kucoba untuk menghubungi keluargaku yang ada dirumah, tetapi gagal.

Perjalanan yang harus kutempuh dengan jalan kaki lumayan jauh. Dari Fakultas Kedokteran UNAND sampai Asrama NI-AD Parak Pisang. Suara knalpot kendaraan, tangisan, dan pekikan orang-orang menambah paniknya suasana. Tetapi untung saja aku masih bisa tenang disaat-saat seperti itu.

Tak lama setelah itu, gempa dengan skala kecil kembali mengguncang

***

"Pa, isan sudah pulang” teriak kakakku (Nila Husandi, saudara perempuanku) ketika melihatku datang. “Siapa aja yang ada dirumah? Mana mama?” tanyaku. “Lihat saja. Tadi ada Da Ipo (Rivo Husandi, saudaraku yang paling tua), tapi tadi dia nyari kamu karna blum pulang. Mama kan ke Pekanbaru, baru berangkat minggu kmaren, lupa ya?”. “Eh...”. Sejenak aku terdiam, dan lansung masuk ke dalam rumah untuk melihat keadaan dan mengambil barang yang harus diselamatkan.

Rumahku berantakan. Untuk masuk kedalam harus menggunakan sendal. Lemari yang biasanya digunakan untuk menyimpan sambal dan makanan lainnya jatuh dan ditahan oleh meja makan. Dibawahnya pecahan piring, minyak, air, kuah makanan, botol-botol sirup sisa Idul Fitri bercampur aduk di lantai. Di sisi lainnya, pecahan kaca dari lampu semprong juga berserakan. Lemari televisi juga bergeser ke tengah. Lantai kamarku penuh dengan kertas-kertas. Dan kipas angin yang berada diatas lemari jatuh kebawah.

Aku sempat merasa tidak yakin bahwa semuanya akan kembali seperti semula secepat ini. Pagar rumahku runtuh. Dinding belakang juga bernasib sama. Alhasil, beberapa ruangan dirumahku tidak memiliki pembatas dengan pekarangan tetangga yang berada dibelakan rumahku. Semuanya lepas dan tak berbatas. Debu pasir dari bangunan belanda yang roboh di belakang rumahku masuk kedalam rumah. Kotor sekali...


bersambung... (Ihsan husandi)

0

Scenes From A Memory

| Sabtu, 19 Desember 2009

Seorang pria bernama Nicholas, belakangan ini mendapat mimpi-mimpi buruk yang yang memperlihatkan gambaran seorang wanita bernama Victoria dan kejadian pembunuhan. Nicholas menemui seorang psikoterapist untuk menghipnotisnya ke alam mimpi dan melihat kehidupan wanita tersebut yang seakan sangat nyata seperti kehidupan miliknya sendiri. Setelah dihipnotis Nicholas mulai lebih jelas bahkan dapat berkomunikasi dengan wanita tersebut.

Wanita yang bernama Victoria tersebut ingin menyampaikan sesuatu kepada Nicholas, suatu kejadian tentang dirinya pada tahun 1928 yang belum terkuak kebenarannya. Nicholas merasa entah bagaimana kehidupan Victoria sangat terkait dengan kehidupan nyata yang dijalaninya. Maka dia bertekad menemukan kebenarannya lewat mimpi-mimpinya agar dapat hidup tenang lagi.

Pada mimpi selanjutnya Nicholas bertemu dengan seorang pria tua yang memberikan informasi bahwa telah terjadi pembunuhan terhadap seorang wanita yang tak lain adalah Victoria yang belum terkuak kebenarannya sampai saat ini. Dari poin ini Nicholas mulai mengerti bahwa Victoria ingin Nicholas mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Kemudian Nicholas menemukan sebuah koran yang memberitakan pembunuhan Victoria. Seorang saksi mata bernama Edward bercerita bahwa dia menemukan sang gadis ditembak mati dan kemudian penembaknya yang bernama Julian bunuh diri. Diberitakan bahwa insiden itu terkait dengan cinta segitiga. Tapi ada hal aneh dimana Julian menulis kata-kata “rather kill himself than live without Victoria“, sedangkan di tangan Victoria ditemukan sebilah pisau. Nicholas semakin mengerti ceritanya tetapi tahu masih ada yang tidak beres. Ia mengunjungi makam Victoria dan entah kenapa merasa sangat sedih akan insiden yang dialami Victoria.

Mimpi selanjutnya menceritakan bahwa Julian dan Victoria saling mencintai, akan tetapi saat ini Victoria sedang menjalin hubungan dengan Edward kakak Julian. Victoria semakin menjauh dari Edward dan mulai terjadi perselingkuhan antara Victoria dan Julian. Victoria khawatir seandainya Edward tahu tentang hal ini dia akan berbuat nekat membunuh adiknya.

Pada suatu malam Edward mengikuti Victoria dan menemukan dia bersama Julian sedang bercinta. Edward langsung kalut dan mencabut pistol. Julian dan Victoria berusaha melarikan diri dan Julian menghunus sebilah pisau. Akhirnya Edward menembak mati Julian dan Victoria. Sebelum menembak mati Victoria Edward berkata : “OPEN YOUR EYES VICTORIA!!!“. Kemudiani Edward yang seorang politikus ternama pada zaman itu memodifikasi TKP dengan meletakkan pisau di tangan Victoria dan pistol di tangan Julian. Kemudian di dekat mayat Julian ia tuliskan dalam selembar kertas bahwa Julian putus asa cintanya ditolak Victoria dan memutuskan untuk membunuh Victoria dan dirinya sendiri karena dia lebih baik mati daripada hidup sendiri. Dengan bukti-bukti tersebut Edward bebas dari dugaan pembunuhan karena dia juga mengaku sebagai saksi pembunuhan tersebut.

Nicholas yang telah mengetahui cerita yang sebenarnya akhirnya pun menyadari bahwa dirinya adalah reinkarnasi dari Victoria, makanya dirinya merasa sangat dekat dengan Victoria. Nicholas pun tidak bermimpi hal-hal aneh lagi. Kemudian Nicholas pulang ke rumahnya dengan tenang. Akan tetapi, di rumahnya telah ada seseorang dan seseorang tersebut adalah sang psikoterapist. Nicholas terkejut saat sang psikoterapist berkata : “OPEN YOUR EYES NICHOLAS!!!” (sang psikoterapist adalah reinkarnasi Edward !!)

***

kisah ini dibuat oleh dream theater untuk menyusun album konsep mereka yang berjudul Metropolis part2: Scenes From A Memory(1999). Album ini juga sambungan dari sebuah lagu yang berjudul Metropolis part1: The Miracle and The Sleeper (Images And Word - 1992)

untuk review album ini selengkapnya, klik link ini: Metropolis part2: Scenes From A Memory

0

Masterpiece

| Rabu, 16 Desember 2009
my masterpiece...

judul ~ (untitled)
kamera ~ Canon PowerShot S5 IS (kamera abang si ***bah)
tanggal pemotretan ~ 25 november 2009